Kamis, 26 Maret 2020

Strategi Adaptasi Budaya Para Ekspatriat di Tanjungbalai Karimun

  • Dinda Imelda dan Marisa Elsera
  • Abstract
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana strategi adaptasi budaya para ekspatriat di Tanjungbalai Karimun. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi serta dokumentasi. Informan penelitian terdiri dari empat orang ekspatriat, yaitu ekspatriat yang berasal dari India dan Malaysia, kemudian dua orang karyawan lokal, dan dua orang masyarakat lokal. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah reduksi data, penyajian data dan menarik kesimpulan. Hasil penelitian ini menemukan bahwa strategi yang dilakukan oleh ekspatriat adalah, pertama, belajar bahasa setempat; kedua, mempelajari dan mengikuti nilai dan norma yang berlaku; dan ketiga, berkomunkasi dan berinteraksi dengan masyarakat setempat. Dalam penelitian ini terdapat perbedaan-perbedaan strategi adaptasi yang dilakukan oleh eskpatriat yang bekerja yang berasal dari India dan Malaysia, namun keduanya memiliki tujuan yang sama yaitu agar mereka bisa bertahan dan tinggal di Tanjungbalai Karimun, serta dapat di terima oleh masyarakat Tanjungbalai Karimun, sampai waktu yang ditetapkan oleh perusahaan.
Imelda, D., & Elsera, M. (2018). Strategi Adaptasi Budaya Para Ekspatriat di Tanjungbalai Karimun. Jurnal Masyarakat Maritim2(1), 24-32. Retrieved from https://ojs.umrah.ac.id/index.php/jmm/article/view/1688

KONFLIK PENGUASAAN LAHAN EKS TAMBANG PT. ANTAM, Tbk DI KELURAHAN SUNGAI ENAM KECAMATAN BINTAN TIMUR KABUPATEN BINTAN

Rahma Syafitri, Marisa Elsera

abstract

Land grabs and land tenure are one of the potential conflicts that often occur in the community. One of the conflicts that occurred was a case of land control over the former mine of PT. Antam Tbk. in the Sungai Enam sub-district began in 2005. Conflicts started from different meanings of land between PT. Antam Tbk. with the Sungai Enam community. This research was carried out to determine the dynamics of the conflict over the control of the former mining area of PT Antam Tbk. in the Sungai Enam sub-district, Bintan Timur, Bintan district. This research method uses qualitative methods with data collection techniques through in-depth interviews, observations and documentation studies selected as techniques in data collection. The results of the study show that the conflict that occurred was still in the phase of conflict over the perception of the land of the former PT Antam Tbk. mine between the official owner of PT Antam Tbk. and the community. The Flores people who currently occupy the land consider that the land belongs to God so that they have the right to occupy the land and make it a place to live and grow crops, this assumption is considered right because they can live for decades without any direct request from PT. Antam Tbk. hasn't moved them yet. While the PT. Antam Tbk. can only make a warning by making a notice in one corner of the land with the writing that the land belongs to PT Antam Tbk.


Pengeseran Makna Kecantikan Dalam Budaya Melayu


Tri Fena Situmorang, Sri Wahyuni, Marisa Elsera

abstrak

Menjadi cantik merupakan dambaan setiap perempuan tanpa terkecuali. Makna cantik dalam suatu ruang lingkup masyarakat tentunya tidak terlepas dari konstruksi yang ada ditengah-tengah masyarakat. Masyarakat Melayu memiliki ciri khas tersendiri dalam memaknai kecantikan, namun seiring dengan berkembangnya zaman, makna kecantikanpun seolah ikut berkembang. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif untuk mendeskripsikan secara jelas mengenai penyebab terjadinya pergeseran dalam makna kecantikan bagi perempuan Melayu, yang kemudian dianalisis menggunakan teori Hegemoni dari Antonio Gramsci dalam bukunya Sejarah dan Budaya. Penelitian ini menggunakan teknik Purposive Sampling dalam menentukan informan, dengan jumlah informan 8 orang, diantaranya 7 orang perempuan Melayu serta 1 orang Tokoh Lembaga Adat Melayu Provinsi Kepri, Kota Tanjungpinang. Adapun teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan ialah dengan observasi, wawancara bertahap, serta dokumentasi. Dari hasil penelitian yang telah peneliti lakukan, adapun penyebab terjadinya pergeseran makna kecantikan dalam Budaya Melayu, yaitu faktor lingkungan, baik lingkungan keluarga maupun lingkungan pertemanan, keinginan untuk mendapat pasangan, tuntutan pekerjaan, serta tidak memiliki rasa percaya diri.


https://ojs.umrah.ac.id/index.php/jmm/article/view/1698
Situmorang, T. F. F., Wahyuni, S., & Elsera, M. (2019). Pengeseran Makna Kecantikan Dalam Budaya Melayu. Jurnal Masyarakat Maritim3(1), 17-30. Retrieved from https://ojs.umrah.ac.id/index.php/jmm/article/view/1698

Pariwisata Dan Pelacuran Anak: Sebuah Input Bagi Pengambil Kebijakan


Marisa Elsera
marisaelsera@umrah.ac.id

Absract
Tourism and prostitution like ants and sugar, as inseparable. Where there is a growing tourism destination, there helped grow prostitution. Prostitution is happening in the area of tourism destinations often do not grow with the unintended, but also grow naturally. These days, children and young women prostituted in Indonesia are increasingly being published. Young women trapped in prostitution is growing like mushrooms in the rainy season. Riau Islands Province (Riau) as one of the provinces which become the leading tourist destinations in Indonesia also inseparable from the phenomenon of prostitution. Causes of child prostitution in Riau diverse, ranging from geographic location Kepri near neighboring countries, Riau Islands as a tourist destination, economic pressure, entangled syndicates pimp, child prostitution orientation shifted into the temptation of fun and luxury. Pleasure (fun), meaning they are prostituting themselves not for economic reasons but rather to want to have fun. This occurs due to the interpretation of children and adolescents who deviate (from the morals and values of society Indonesia) towards virginity and illicit sexual relations. Then, some are prostituting themselves because of the temptation for luxury and life style.

https://ojs.umrah.ac.id/index.php/juan/article/view/673

Suku Laut di Dusun Linau Batu Desa Tanjungkelit, Kabupaten Lingga Provinsi Kepri


ABSTRAK
Marisa Elsera
marisaelsera@umrah.ac.id
Kehidupan Suku Laut di Dusun Linau Batu, Desa Tanjungkelit, Kabupaten Lingga yang awalnya hidup nomaden, pindah dari satu pulau ke pulau yang lain dengan menggunakan sampan yang sekaligus dijadikan sebagai tempat tinggal mereka kini sudah menetap. Namun, kemiskinan dan keterisoliran masih menjadi pengalaman bagi masyarakat Suku Laut. Jika pada dahulunya mereka terisolir karena kultural, sejak dirumahkan mereka juga terisolir secara structural. Kemiskinan yang muncul diakibatkan dari rendahnya perhatian pemerintah, tidak tersentuhnya mereka dalam pembangunan dan stereotype masyarakat tempatan terhadap masyarakat Suku Laut membuat mereka semakin terbelakang.

Kendati mereka saat ini sudah menetap, sudah tercatat secara administrasi, namun nyatanya masih teridentifikasi bentuk pengabaian kepada mereka. Salah satunya, dengan tidak diakuinya lagi mereka sebagai komunitas adat terpencil sehingga perhatian dan bantuan pemerintah daerah maupun pusat menjadi sangat minim, bahkan untuk beberapa aspek belum terjamah, seperti keahlian melaut menggunakan peralatan modern. Hingga puluhan tahun menetap di Dusun Linau, mereka sampai sekarang hanya menggunakan perahu dayung, pancing dan tombak sebagai alat tangkap. Padahal, mereka sangat terbuka untuk menerima inovasi baru. Dampaknya, kehidupan mereka tak pernah lepas dari hutang.
Keyword: Suku Laut, Terisolir, Kemiskinan


http://jurnal.unpad.ac.id/sosioglobal/search/authors/view?firstName=Marisa&middleName=&lastName=Elsera&affiliation=Maritime%20Raja%20Ali%20Haji%20University&country=ID

Sabtu, 17 Juni 2017

Gema Minang Santuni Santri

Hasil gambar untuk gema minang tanjungpinang


TANJUNGPINANG--Bulan Ramadan ini, Gema Minang Kota Tanjungpinang memberikan bantuan kepada Yayasan Panti Asuhan Hidayatullah, Tuapaya Kabupaten Bintan, Minggu (11/6). Pengurus Gema Minang Tanjungpinang bersama dengan Ustaz Hamadi dan santri Yayasan Panti Asuhan Hidayatullah ikut berbuka bersama.
Ketua Gema Minang Kota Tanjungpinang, Doni Yarzal, turun langsung memberikan santunan kepada anak santri. Selain memberikan santunan kepada anak santri, Gema Minang Kota Tanjungpinang memberikan bantuan sembako, berupa beras, minyak goreng, gula pasir, sirup. Doni Yarzal mengatakan, Gema Minang Kota Tanjungpinang akan melakukan program pemberdayaan masyarakat terhadap pesantren di Hidayatullah.
Sehingga pondok pesantren ini menjadi projek penanaman benih sayuran. Karena ini merupakan kegiatan jangka panjang yang akan dilakukan Gema Minang Kota Tanjungpinang sebagai wujud nyata pengabdian dan kepedulian terhadap masyarakat.
”Semua ini, atas kerjasama Gema Minang Kota Tanjungpinang dengan PT East West Seed Indonesia (cap panah merah) untuk benih sayuran” ucap dia.
Kedepannya, lanjut dia, Gema Minang Kota Tanjungpinang akan selalu melakukan kegiatan sosial. Seperti memperdayakan masyarakat. Semua ini, tak luput kerjasama serta dukungan dari berbagai pihak. Baik pemerintah maupun pihak swasta.
”Kita juga berikan bantuan beni tanaman sayuran hortikultura,” kata ketua panitia, Febri Yeldi.in. Kegiatan sosial ini, kata Febri, bertujuan untuk menjalin silaturahmi dan sekaligus berbagi kepada anak santri di Yayasan Panti Asuhan Hidayatullah. ”Semoga bantuan yang kita berikan bermanfaat buat mereka. Amin,” harap dia. (dri)
Sumber: http://tanjungpinangpos.id/gema-minang-santuni-santri/

Kamis, 01 Juni 2017

Sociology FISIP UMRAH Goes To Mantang Island (Bagian 1)


Sociology Goes to Mantang

Awan hitam menahan laju sinar mentari. Namun, terang tak absolute tenggelam, meski lambat laun memudar karena tersapu mendung. Hujan turun dengan keanggunan, perlahan gemuruh halus pun terdengar menyapa, saling sahut-sahutan bagai simfoni nada dan irama. Ranting dan dedaunan menari bersama angin seolah bahagia menyambut hujan yang turun dengan menawan. Dentingan manja rintik pun dalam sekejab berubah jadi lebat. Lalu tanah Dompak pun tersapu hujan, sedikit menumpuk dalam genangan. Gemuruh pun terdengar semakin lantang saja. Ranting dan dedaunan tampak tak berdaya mengikuti arah angin yang berhembus kencang.
Pagi berganti siang, namun mentari masih tak menampakkan dirinya. Pekat masih menghiasi langit. Anginpun masih terus memainkan perannya, memaksa pepohonan mengikuti harmoninya. Kemudian sore menjelang, hampir saja petang menyapa dan hujan masih saja tak mau mengalah. Dingin menusuk hingga ke tulang.

Hari itu, peserta Training of Trainer Partisipatory Rural Appraisal Prodi Sosiologi FISIP UMRAH sudah bersiap-siap untuk berangkat ke Pulau Mantang. Namun ada gurat kekhawatiran di wajah kami ketika hingga Sore menjelang petang langit masih menangis sementara kami akan berangkat ke Pulau Mantang. Seperti yang sudah direncanakan jauh hari, 24-26 Mei 2017 para peserta ToT PRA Prodi Sosiologi akan melaksanakan kuliah praktek lapangan ke Pulau Mantang sebagai wujud dari tindak lanjut pelatihan PRA 1 yang dilakukan di gedung dekanat FISIP pada 21-24 Mei 2017.

Beruntungnya hingga menjelang petang cuaca berubah lebih cerah, meski masih rintik namun angin tak lagi kencang dan gemuruh sudah tak lagi terdengar. Dari dermaga Sei Enam, Kabupaten Bintan tampak 2 buah pompong sudah menjemput kedatangan kami. Siap untuk menyeberangkan kami ke Desa Mantang Baru, Kecamatan Mantang.

Gambar 1:
Foto Peserta ToT dari atas Pompong Menuju Desa Mantang Baru
Peserta ToT PRA Goes to Mantang

Kami berangkat dengan perasaan riang. Bagaimana tidak, kami bisa praktek tentang tekni PRA langsung ke masyarakat, labornya mahasiswa Sosiologi. Memang turun ke lapangan kali ini bukanlah pengalaman pertama bagi kami, sebab setiap semesternya calon Sosiolog FISIP UMRAH sudah terlatih untuk turuh ke lapangan melaksanakan penelitian, pengabdian masyarakat hingga diskusi dengan masyarakat dan pemuka masyarakat. Namun kesempatan kali ini sedikit berbeda, mahasiswa tidak hanya didampingi oleh dosen-dosen Sosiologi FISIP UMRAH, tapi juga didampingi oleh dosen sekaligus Ketua Jurusan Sosiologi Universitas Andalas Padang, Dr. Jendrius, M.Si,. Beliaulah yang menjadi coach selama pelatihan PRA yang digelar selama satu pekan itu.

Benar saja, begitu sampai di dermaga Desa Mantang Baru, para peserta langsung disambut oleh masyarakat disana dengan ramah. Kami dipersilahkan masuk ke rumah untuk beristirahat sekejab. Peserta, dosen pendamping perempuan menginap di salah satu rumah warga, sementara peserta laki-laki dan coach menginap di balai desa. Sebagian besar peserta ToT PRA baru kali ini menginjakkan kaki di Pulau Mantang tampak begitu takjub dengan pemandangan alam yang tersaji. Maklum, sebagian berasal dari luar Bintan. Alhasil, kami memutuskan untuk mengabadikan momen bersejarah ini melalui video dan foto.
Foto Peserta, Coach dan Panitia di Dermaga Desa Mantang Baru

Foto Peserta di Desa Mantang Baru

Malam menjemput, setelah sempat beristirahat dan makan malam, para peserta kemudian berkumpul di Balai Desa untuk  mempersiapkan kebutuhan besok saat bertemu dengan masyarakat. Tugas dan perlengkapan diberikan kepada masing-masing kelompok yang sudah dibentuk sebelumnya. Menjelang dini hari persiapan pun selesai. Saatnya peserta beristirahat untuk mempersiapkan stamina menghadapi aktivitas esok hari. Maklum saja, wajah-wajah kelelahan terlihat jelas pada para peserta. Meski begitu, semangat untuk terus menggali ilmu tidak pernah padam di hati mereka.

Foto Peserta ToT PRA yang Kelelahan Selepas Persiapan Akhir
Suara adzan subuh berkumandang. Para peserta ToT bersiap-siap untuk shalat Subuh. Sebagian lagi segera mandi dan berkemas. Lepas sarapan, peserta ToT PRA dilepaskan ke spot yang sudah ditentukan untuk mempraktikkan teknik-teknik PRA yang telah diajarkan sebelumnya. (Mrs)